Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Rabu, 18 Juni 2014

Catatan Seorang Mahasiswa


Menjadi mahasiswa bukanlah pilihan. Bagi saya, menjadi mahasiswa adalah keinginan. Keinginan untuk menjadi dewasa dibawah asuhan proses, dimanjakan dengan kesenangan dunia kampus, dengan segala problematikanya, bahkan dengan segudang resikonya.

Tidak sedikit teman-teman mahasiswa yang berpikiran seperti itu, terlebih lagi bagi mereka yang banyak memiliki kesibukan berbeda dengan teman-teman disekitarnya seperti saya. Mereka paham benar, mengikuti berbagai kegiatan kampus non akademik tentu mendatangkan efek positif dan negatif. Menjadi aktivis memang menyenangkan, akan ada banyak sekali orang yang mengenali, setiap kaki melangkah selalu saja ada yang menyapa. Menjadi aktivis memang melenakan, akan ada banyak sekali pengalaman yang bisa digali, dan tentunya akan ada banyak sekali sesuatu yang dipelajari yang tidak bisa orang lain pelajari.

Pun semua problematika dan resiko yang akan didapatkan tentu tidak akan pernah didapatkan oleh orang lain. Banyak yang menyapa tentu banyak yang mengacuhkan, banyak yang menyanjung tentu banyak yang mencela. Semua itu adalah konsekuensi dari sebuah keinginan.

Seperti yang mereka rasakan, saya pun merasakannya. Banyak sekali yang menyanjung ketika berjalan bersama beberapa teman, orang-orang hanya menyapa saya. Atau ketika seseorang menanyakan nama saya dimana-dimana dan mereka mengenalnya. Bahkan terkadang teman SMA akan menyinggung perubahan besar dalam diri saya yang semakin ‘aktif’. Tidak jarang, saya akan dituakan dalam berbagai hal meski dalam hitungan umur sayalah yang paling muda.  Menyenangkan, ya itu menyenangkan bagi saya.

Tapi semua itu perlu dibayar mahal, membutuhkan sesuatu yang besar untuk menebusnya. Saya perlu berpikir ekstra untuk mengimbangi waktu saya di kuliah dan organisasi, mencari barang sedetik saja sela-sela waktu kuliah untuk memikirkan organisasi. Atau sebaliknya, Meneliti waktu  barangkali ada sedetik saja waktu untuk memikirkan kuliah. Yang paling mengenaskan adalah kehilangan quality time dengan orang-orang tercinta. Orang tua menjadi melankolis karena merasa dilupakan oleh anaknya, atau teman-teman kos dan teman-teman dekat merasa diacuhkan demi kesibukan organisasi yang baru saja saya geluti.

Saya benar-benar memahami hal itu, dan lagi-lagi saya katakan itulah konsekuensi dari keinginan saya untuk mendewasakan diri dari sebuah proses. Berawal dari meneliti waktu, memilahnya, dan kemudian menemukan sendiri bagaimana jalan keluarnya. Saya merasa saya benar-benar didewasakan. Kehilangan quality time bersama orang-orang terdekat menjadikan saya membuka ruang untuk orang-orang baru dan menanggalkan kebiasaan introvert untuk menjadi seseorang yang supel.

Tidak menyenangkan bukan? Tentu saja jika kita hanya melihat satu sisi saja. Mari kita melihat sisi lain dari seorang mahasiswa, sisi lain lain dari seorang aktivis. Akan lebih baik jika kita melihat sisi lain dari semua hal.

Karena hidup adalah pilihan yang tidak akan terlaksana tanpa keinginan. Maka setiap jalan hidup seseorang tentu akan berbeda hasil dan prosesnya, sesuai dengan apa yang akan dilipih dan apa yang menjadi keinginan.

Baiklah, semoga apa yang saya dan teman-teman tentukan akan menjadi keberuntungan bagi diri masing-masing dan orang-orang sekitar. Semoga orang-orang terdekat tetap menjadi dekat tanpa perlu menutup diri dari yang belum dekat. Dan semoga saya dan teman-teman menjadi dewasa tanpa salah asuhan