Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Senin, 31 Maret 2014

Apa Mimpi Masa Kecilmu?


sumber : disini

Pernahkah kalian memiliki impian saat kecil dulu? Tentu pernah. Bahkan biasanya impian anak-anak jauh dari bayangan orang-orang dewasa. Impian konyol, impian mustahil, bahkan impian yang paling sederhana anak-anak pasti memilikinya.

Beberapa teman pernah bercerita mengenai impian masa kecilnya. Bermacam-macam sekali, dan setiap jenjang biasanya akan berbeda. Teman sewaktu TK dulu misalnya, setiapa saat dia pasti akan mengatakan bahwa ketika besar nanti dia akan menjadi Power Ranger. Beranjak SD impiannya berubah, bahkan ada 2 hingga 3 mimpi yang ingin ia wujudkan saat dewasa nanti, menjadi presiden, menjadi insinyur dan menjadi dokter. Sungguh impian yang menakjubkan. Pun ketika memasuki jenjang yang lebih tinggi impiannya sudah berbeda dengan impian-impian yang dulu ia celotehkan saat kecil dulu. Lucunya, sampai dia memasuki perguruan tinggi tidak ada satupun dari seabrek impian masa kecilnya yang menunjukan tanda-tanda akan diwujudkan. Pasalnya, berita yang terakhir beredar dia memasuki sebuah universitas islam dan mengambil jurusan tarbiyah.

Menggemaskan memang membayangkan anak-anak berimajinasi dengan impian besarnya. Tetapi, terkadang ada pula anak-anak yang mempunyai impian sangat sederhana. Teman satu perguruan tinggi pernah bercerita mengenai impian nya sewaktu TK dulu. Ketika gurunya menanyakan ‘ingin jadi apa saat besar nanti?’ dengan lugunya dia menjawab supir bus. Jawaban ini tentu akan membuat siapa saja yang mendengarnya geleng-geleng kepala.

Tidak ada yang salah dengan impian masa kecil anak-anak. Mereka boleh saja berimajinasi, bahkan pepatahpun mengatakan ‘gantungkan impianmu setinggi langit’. Hanya saja tanpa bimbingan dan arahan dari orang tua imajinasi anak-anak terhadap impian mereka akan sia-sia.

Bukan tidak mungkin tentunya untuk menjadi seorang presiden? Insinyur? Dokter? Atau supir bus sekalipun? Tentu saja dengan bimbingan serta arahan yang baik dari orang tua. Berikan pengertian tentang apa sebenarnya sebuah impian, kenalkan mereka dengan berbagai macam profesi yang ada di dunia ini. Sehingga sejak dini anak tidak lagi terombang-ambing dengan perkara akan jadi apa kelak besar nanti, atau yang biasa menjadi dilema seorang pelajar adalah ketika hendak menentukan jurusan untuk memasuki perguruan tinggi. Mereka cenderung bingung untuk mengambil keputusan yang menentukan arah hidupnya dimasa depan.

Tetapi dengan adanya perhatian dari orang tua anak tidak akan merasa khawatir dengan apa pekerjaan mereka nantinya, mereka hanya perlu memikirkan bagaimana cara mewujudkannya.

Selasa, 04 Maret 2014

Cerita Tentang Buah Dari Kompetisi Berpeluh Kasih




Aku tekadang merasa sulit mengatakan apa yang aku rasakan. Dan akhirnya, baris-baris alfabet selanjutnya menjadi pelarian dari kata yang tertunda.

Entah harus kumulai darimana, sungguh awalnya tidak ada yang istimewa. Hanya hubungan baik seorang kakak kelas dengan adik kelasnya yang bertemu dalam satu atap kampus dan dalam satu naungan organisasi. Sekilas terlihat begitu manis, lebih banyak bungkam namun sepertinya berkharisma tinggi.

Rupanya benar, dilihat dari banyaknya senior organisasi yang merekomendasikannya aku kira dia memang seseorang yang berkharisma. Hanya saja, belum ada sesuatu yang menarik perhatianku lebih jauh mengenai dirinya. Kecuali kepiawaiannya menghasilkan nada-nada indah dari petikan gitar yang menyita perhatianku lebih banyak.

Selalu menjadi candu melihatnya memainkan gitar seperti bercengkrama, begitu menghayati. Seperti yang kulihat pertama kali saat pengakraban organisasi malam itu. Dan berlanjut pada malam-malam selanjutnya, pada hari-hari berikutnya ditengah hingar bingar nya dinamika kampus.

Separuh perjalanan dari satu periode kepengurusan organisasi kampus benar-benar menunjukan seperti apa dia sebenarnya. Lagi-lagi harus kusampaikan, dia terlihat manis disetiap kesempatan. Tingkahnya, bahasanya, raut muka polosnya, semuanya. Sungguh, adik manis. Meski tidak lebih muda dariku. Membuatku berpikir untuk menelannya hidup-hidup.

Dia tidak lebih pintar dariku dalam masalah organisasi, mungkin. Tetapi banyak sekali pembelajaran yang kupelajari darinya tanpa sengaja. Banyak sekali hal-hal yang tidak kuketahui sebelumnya. Sebuah ketulusan, kegigihan, dia ajarkan dalam setiap gerak gerik nya. Tidak secara langsung memang, dari awal sudah kukatakan dia lebih banyak bungkam. Segala yang ingin dia katakan sepertinya dia katakan melalui apa yang dia lakukan, apa yang dia kerjakan. Lagi, ingin kutelan dia hidup-hidup.

Masih dalam satu lingkup organisasi, memungkinkan interaksi semakin sering terjalin. Apalagi berada dalam satu seksie kepanitiaan, mata semakin sering bertemu, tangan dan kaki semakin sering membantu, mulut semakin sering mengucap berbagai macam kalimat perhatian. Seperti yang terakhir kutau, dengan tangan kekarnya, berada dekat dengan dada bidangnya dia membawaku menuju ruang kesehatan. Atau saat masa-masa sulit menjadi beban dipundakku, memikul amanah berat menjadi ketua event. Pagi-pagi buta pesan singkat melayang masuk ke telepon genggam. “semangat mbak, dandan cantik untuk hari ini...” sederhana tapi membekas.

 Ahh.. bukan. Bukan apa-apa, hanya hubungan baik seorang kakak kelas dengan adik kelasnya. Itu yang kuyakini...

Entah seperti apa awalnya, pagar pembatas serasa melepaskan jerujinya satu persatu. Semakin merasa ada yang lain, ada yang lain ditengah interaksi yang sederhana ini. Entah apa, sampai pada akhirnya beberapa patah kata terdengar sangat mengejutkan. Dia berkata dia suka... lagi-lagi ber-entah-entah muncul pertama kali. Entah suka yang seperti apa, entah suka yang bagaimana, entah suka untuk apa dan atas dasar apa. Dia hanya berkata dia suka, padaku tentunya.

Entahlah.. aku hanya meyakini segala perhatiannya, segala yang dilakukannya hanya untuk menjaga hubungan baik seorang adik kelas dengan kakak kelasnya. Dan masih kuyakini hingga beberapa waktu lamanya

Namun sepertinya sekarang berbeda. Mungkin terlalu percaya diri untuk kukatakan bahwa dia benar-benar memperlakukanku istimewa, tidak selayaknya kakak kelas pada umumnya, atau bahkan hanya sekedar partner kerja saja.

Terkadang terlalu percaya diri juga untuk kukatakan, kicauannya di sosial media dia tujukan untuk diriku. Sejenak menarik diri, menyadarkan kembali pikiran untuk berpikir rasional. Oke, kurasa itu tidak mungkin untuk seorang koleris seperti dia. Membayangkannya pun aku tak sanggup.

Saat itu, saat segala kebingungan dia torehkan hanya karena seunting kata ‘suka’ yang tak sedikitpun jelas artinya. Saat itu juga ingin kukatakan, ingin kutanyakan sebuah penjelasan. Namun urung. Dan kini ketika keinginan itu muncul lagi, begitu banyak perbedaan kalimat yang ingin kukatakan. Kira-kira seperti ini ketika segala perkataan itu kukonversikan menjadi bahasa tulisan.

sebab kau telah meninggalkan jejakmu dihatiku, beribu terimakasih sepertinya tak urung kuucapkan. Hari-hari yang kita lalui untuk beberapa saat ini mungkin akan kita lalui dalam waktu yang lama atau mungkin akan segera berakhir. Aku tidak tau, jujur bahkan aku tak ingin tau. Menyesakkan...
Namun, ikatan yang sejati yang teruji itu langka. Dan akupun, tak ingin kita saling menjauh. Mungkin kita sedang menjalani arah yang berbeda, tetapi semoga itu tidak akan mengubah ikatan yang ada diantara kita. Ada bagiannya dalam diriku, dimana segala kenangan yang kita ciptakan bertempat. Saat-saat kita menangis dan mertawakan sesuatu tanpa malu, sedikit pertengkaran dan tawa yang melimpah.
Meski kita sedang menjalani arah yang berbeda, ketika hidupmu berubah kehidupanku pun berubah. Namun, kesediaan untuk menghargai segala aspek perubahan yang terjadi, semoga pula semakin menguatkan ikatan khusus kita. Apapun kehidupan kita nantinya, ingatlah selalu bahwa tidak ada hari dimana aku tidak memikirkanmu, medo’akanmu dalam sujudku, dan menyimpanmu ditempat istimewa dalam bagian hidupku.
Terimakasih telah berada disisiku dan membantuku melewati masa-masa sulit. Waktu untuk mengutamakan kepentinganku
Terimakasih telah menjadi dirimu sendiri, telinga yang memberikan kesediannya mendengarkan segala keluh kesahku bahkan segala sisi kekanak-kanakanku. Bersamamu aku tidak perlu menjadi siapa-siapa, berpura-pura menjadi seseorang yang bukan diriku. Kau menerimaku apa adanya, segala apa yang kutampilkan.
Terimakasih atas segala kesempatan yang sempat aku rasakan
Jika pun harus ada air mata, maka biarlah ia menjadi teman sedihku untuk menyayangimu, jika ada rasa sakit mendera, maka biarkanlah ia menjadi teman setiaku dalam bertahan atas segala kejujuranku padamu. Jiwa tak akan pernah mengenal arti tegar jika ia hanya datar merasakan perjalanan hidupnya. Hati tak akan pernah mengerti rasa sakit, jika ia selalu bahagia, Maha Suci Tuhan Semesta Alam atas segala rangakaian hidup yang sempurna ini.
Sungguh aku bersyukur, sekalipun aku tak pernah utuh memilikimu, sekalipun utuh yang kau punya tak hanya untukku. Jangan tanyakan tentang kesedihan yang kau pun tahu, jangan bertanya tentang rasa sakitku, bila kau pun merasakannya.
Dimana aku bisa menemui hangatnya jemarimu mengusap semua peluhku? Ataupun sebaliknya aku yang mengusap peluh di wajahmu. Dan aku yang akan membelai lembut bahumu ketika kau goyah di jalan perjuanganmu bersamaku.
Dalam sujudku pada-Nya ku titipkan doa dan pintaku, semoga kau senantiasa dalam penjagaan-Nya ketika penjagaanku tak sampai padamu. Semoga kau selalu dikasihi dan disayangi -Nya ketika kasih dan sayangku tak mampu melampaui dimana kau berada saat ini.
Ucap terakhirku,semoga terbaca jelas dimata dan hatimu...”
                                                                                                                                                               

                                                                                                                                                                                                “TE”

Sabtu, 01 Maret 2014

Di depan Pintu



Langit semakin menghitam dengan garis garis emas
Ruang dan waktu yang bersiklus
Menempatkan kita pada sekotak tempat yang berbatas
Bukan kayu, bukan kain, bukan kardus
Tapi cukup mendatangkan keterasingan, lusuh
Seperti bola-bola kertas

Di akhir februari Hujan mengetuk dengan pelanginya
Sesekali kita keluar, melihatnya menulis sajak sajak tentang kita
Langit yang kita tatap masih sama
Pun dengan hujan dan pelangi darinya

Hanya saja
Kita melihat bagian dari sebuah persimpangan yang berbeda
Kanan dan kiri yang tak pernah sama
Sejalan dengan kemana tujuan membawa

Di depan pintu
Sedikitpun kaki belum beranjak
Masih menikmati deru suaramu
Yang sesekali terdengar berteriak
Berharap kita sama-sama menarik benang merah pada kata rindu

Di depan pintu
Sedikitpun mata belum berkedip
Masih membayangkan teduh bulu mata sayumu
Yang kutau sesekali mengintip
Semoga mata ini masih sanggup menyapamu

Tetapi tidak,
Kelak langit dan dirimu
Ahh... bukan
Bumi dan langit yang menuntun kita pada kearifan
Lewat ayat-ayat Tuhan yang sengaja tak dituliskan-Nya
Lalu kita berucap ini adalah karunia

Seperti adam dan hawa dipertemukan