Aku tekadang
merasa sulit mengatakan apa yang aku rasakan. Dan akhirnya, baris-baris alfabet
selanjutnya menjadi pelarian dari kata yang tertunda.
Entah harus
kumulai darimana, sungguh awalnya tidak ada yang istimewa. Hanya hubungan baik
seorang kakak kelas dengan adik kelasnya yang bertemu dalam satu atap kampus
dan dalam satu naungan organisasi. Sekilas terlihat begitu manis, lebih banyak
bungkam namun sepertinya berkharisma tinggi.
Rupanya benar,
dilihat dari banyaknya senior organisasi yang merekomendasikannya aku kira dia
memang seseorang yang berkharisma. Hanya saja, belum ada sesuatu yang menarik
perhatianku lebih jauh mengenai dirinya. Kecuali kepiawaiannya menghasilkan
nada-nada indah dari petikan gitar yang menyita perhatianku lebih banyak.
Selalu menjadi
candu melihatnya memainkan gitar seperti bercengkrama, begitu menghayati. Seperti
yang kulihat pertama kali saat pengakraban organisasi malam itu. Dan berlanjut
pada malam-malam selanjutnya, pada hari-hari berikutnya ditengah hingar bingar
nya dinamika kampus.
Separuh
perjalanan dari satu periode kepengurusan organisasi kampus benar-benar
menunjukan seperti apa dia sebenarnya. Lagi-lagi harus kusampaikan, dia
terlihat manis disetiap kesempatan. Tingkahnya, bahasanya, raut muka polosnya,
semuanya. Sungguh, adik manis. Meski tidak lebih muda dariku. Membuatku
berpikir untuk menelannya hidup-hidup.
Dia tidak lebih
pintar dariku dalam masalah organisasi, mungkin. Tetapi banyak sekali
pembelajaran yang kupelajari darinya tanpa sengaja. Banyak sekali hal-hal yang
tidak kuketahui sebelumnya. Sebuah ketulusan, kegigihan, dia ajarkan dalam
setiap gerak gerik nya. Tidak secara langsung memang, dari awal sudah kukatakan
dia lebih banyak bungkam. Segala yang ingin dia katakan sepertinya dia katakan
melalui apa yang dia lakukan, apa yang dia kerjakan. Lagi, ingin kutelan dia
hidup-hidup.
Masih dalam satu
lingkup organisasi, memungkinkan interaksi semakin sering terjalin. Apalagi berada
dalam satu seksie kepanitiaan, mata semakin sering bertemu, tangan dan kaki
semakin sering membantu, mulut semakin sering mengucap berbagai macam kalimat
perhatian. Seperti yang terakhir kutau, dengan tangan kekarnya, berada dekat
dengan dada bidangnya dia membawaku menuju ruang kesehatan. Atau saat masa-masa
sulit menjadi beban dipundakku, memikul amanah berat menjadi ketua event.
Pagi-pagi buta pesan singkat melayang masuk ke telepon genggam. “semangat mbak,
dandan cantik untuk hari ini...” sederhana tapi membekas.
Ahh.. bukan. Bukan apa-apa, hanya hubungan
baik seorang kakak kelas dengan adik kelasnya. Itu yang kuyakini...
Entah seperti
apa awalnya, pagar pembatas serasa melepaskan jerujinya satu persatu. Semakin
merasa ada yang lain, ada yang lain ditengah interaksi yang sederhana ini.
Entah apa, sampai pada akhirnya beberapa patah kata terdengar sangat
mengejutkan. Dia berkata dia suka... lagi-lagi ber-entah-entah muncul pertama
kali. Entah suka yang seperti apa, entah suka yang bagaimana, entah suka untuk
apa dan atas dasar apa. Dia hanya berkata dia suka, padaku tentunya.
Entahlah.. aku
hanya meyakini segala perhatiannya, segala yang dilakukannya hanya untuk
menjaga hubungan baik seorang adik kelas dengan kakak kelasnya. Dan masih
kuyakini hingga beberapa waktu lamanya
Namun sepertinya
sekarang berbeda. Mungkin terlalu percaya diri untuk kukatakan bahwa dia
benar-benar memperlakukanku istimewa, tidak selayaknya kakak kelas pada
umumnya, atau bahkan hanya sekedar partner kerja saja.
Terkadang
terlalu percaya diri juga untuk kukatakan, kicauannya di sosial media dia
tujukan untuk diriku. Sejenak menarik diri, menyadarkan kembali pikiran untuk
berpikir rasional. Oke, kurasa itu tidak mungkin untuk seorang koleris seperti
dia. Membayangkannya pun aku tak sanggup.
Saat itu, saat
segala kebingungan dia torehkan hanya karena seunting kata ‘suka’ yang tak
sedikitpun jelas artinya. Saat itu juga ingin kukatakan, ingin kutanyakan
sebuah penjelasan. Namun urung. Dan kini ketika keinginan itu muncul lagi,
begitu banyak perbedaan kalimat yang ingin kukatakan. Kira-kira seperti ini
ketika segala perkataan itu kukonversikan menjadi bahasa tulisan.
“sebab kau
telah meninggalkan jejakmu dihatiku, beribu terimakasih sepertinya tak urung
kuucapkan. Hari-hari yang kita lalui untuk beberapa saat ini mungkin akan kita
lalui dalam waktu yang lama atau mungkin akan segera berakhir. Aku tidak tau,
jujur bahkan aku tak ingin tau. Menyesakkan...
Namun, ikatan
yang sejati yang teruji itu langka. Dan akupun, tak ingin kita saling menjauh.
Mungkin kita sedang menjalani arah yang berbeda, tetapi semoga itu tidak akan
mengubah ikatan yang ada diantara kita. Ada bagiannya dalam diriku, dimana
segala kenangan yang kita ciptakan bertempat. Saat-saat kita menangis dan
mertawakan sesuatu tanpa malu, sedikit pertengkaran dan tawa yang melimpah.
Meski kita
sedang menjalani arah yang berbeda, ketika hidupmu berubah kehidupanku pun
berubah. Namun, kesediaan untuk menghargai segala aspek perubahan yang terjadi,
semoga pula semakin menguatkan ikatan khusus kita. Apapun kehidupan kita
nantinya, ingatlah selalu bahwa tidak ada hari dimana aku tidak memikirkanmu,
medo’akanmu dalam sujudku, dan menyimpanmu ditempat istimewa dalam bagian
hidupku.
Terimakasih
telah berada disisiku dan membantuku melewati masa-masa sulit. Waktu untuk
mengutamakan kepentinganku
Terimakasih
telah menjadi dirimu sendiri, telinga yang memberikan kesediannya mendengarkan
segala keluh kesahku bahkan segala sisi kekanak-kanakanku. Bersamamu aku tidak
perlu menjadi siapa-siapa, berpura-pura menjadi seseorang yang bukan diriku.
Kau menerimaku apa adanya, segala apa yang kutampilkan.
Terimakasih atas
segala kesempatan yang sempat aku rasakan
Jika pun harus
ada air mata, maka biarlah ia menjadi teman sedihku untuk menyayangimu, jika
ada rasa sakit mendera, maka biarkanlah ia menjadi teman setiaku dalam bertahan
atas segala kejujuranku padamu. Jiwa tak akan pernah mengenal arti tegar jika
ia hanya datar merasakan perjalanan hidupnya. Hati tak akan pernah mengerti
rasa sakit, jika ia selalu bahagia, Maha Suci Tuhan Semesta Alam atas segala
rangakaian hidup yang sempurna ini.
Sungguh aku
bersyukur, sekalipun aku tak pernah utuh memilikimu, sekalipun utuh yang kau
punya tak hanya untukku. Jangan tanyakan tentang kesedihan yang kau pun tahu,
jangan bertanya tentang rasa sakitku, bila kau pun merasakannya.
Dimana aku bisa
menemui hangatnya jemarimu mengusap semua peluhku? Ataupun sebaliknya aku yang
mengusap peluh di wajahmu. Dan aku yang akan membelai lembut bahumu ketika kau
goyah di jalan perjuanganmu bersamaku.
Dalam sujudku
pada-Nya ku titipkan doa dan pintaku, semoga kau senantiasa dalam penjagaan-Nya
ketika penjagaanku tak sampai padamu. Semoga kau selalu dikasihi dan disayangi
-Nya ketika kasih dan sayangku tak mampu melampaui dimana kau berada saat ini.
Ucap
terakhirku,semoga terbaca jelas dimata dan hatimu...”
“TE”
4 komentar:
Thank u so much ^^
so swet
Cie cie
sam lukmana_syukron katsir yaa gharaamii :)
drain your blood_terimakasih. ^^
muhammad zaenudin_ada apakah gerangan? hhe
Posting Komentar