Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Sabtu, 29 Juni 2013

Krapyak-an : akulturasi budaya jawa dan islam


Lopis Raksasa pada tradisi Krapyak-an di Pekalongan
            Krapyak-an atau yang lazim dikenal sebagai syawalan merupakan tradisi turun-temurun yang dilaksanakan tepat 7 hari setelah Idul Fitri. Tradisi ini masih menjadi hari yang istimewa bagi sebagian besar masyarakat Jawa tengah seperti Pekalongan, Jogjakarta, Kaliwungu, Rembang, dan Jepara. Dinamakan krapyak-an sendiri karena tradisi syawalan ini dilaksanakan di kelurahan Krapyak Lor dan Krapyak Kidul kecamatan Pekalongan Utara.
            Tradisi Krapyak-an di Pekalongan  sudah ada sejak zaman penjajahan belanda. Awal mulanya, tradisi ini hanya sebuah ajang untuk saling bermaaf-maafan setelah Idul Fitri. Mengapa pelaksanaannya pada 7 hari setelah Idul Fitri? Hal itu dikarenakan sehari setelah Idul Fitri, oleh masyarakat Krapyak biasa digunakan untuk berpuasa sunnah Syawal sampai 6 hari berikutnya. Sehingga sanak keluarga, kerabat dekat, kerabat jauh, maupun tetangga enggan berkunjung ke Krapyak setelah sehari sampai 6 hari setelah Idul Fitri. Keengganan ini bukan karena malas atau sebagainya, hal ini hanya sebagai upaya penghormatan terhadap warga Krapyak yang sedang menjalankan puasa sunnah Syawal. Mereka merasa sungkan bila dijamu oleh tuan rumah, sedangkan tuan rumahnya sendiri berpuasa.
            Tepat 7 hari setelah Idul Fitri, barulah sanak family mulai berdatangan ke Krapyak untuk saling bermaaf-maafan. Sehingga, pada hari itulah orang-orang yang mengunjungi Krapyak melonjak melebihi Idul Fitri. Untuk mejamu para tamu, Masyarakat Krapyak mempunyai makanan khas tersendiri, yaitu lopis. Lopis sendiri merupakan makanan tradisional yang terbuat dari beras ketan, dibungkus dengan daun pisang dengan cara diikat dengan melilitkan tali bambu ataupun tali raffia.  setelah itu dimasak dengan cara digodok dengan air sampai matang. Makanan khas lopis ini merupakan symbol perekat dan pemersatu ummat Islam setelah sebulan berpuasa Ramadhan dan dilanjutkan dengan berlebaran.
Lunturnya nilai-nilai keagamaan krapyak-an
            Dewasa ini, syawalan telah mengalami penambahan makna. Atau paling tidak telah mengalami perluasan makna (Amelioratif). Jika dahulu kegiatan syawalan ini benar-benar terasa sakral-trancendental, maka kini kesakralan ini telah mulai terusik atau ‘terganggu’oleh munculnya ‘makna tambahan’ dengan image baru. Image baru itu misalnya, orang mulai mengatakan bahwa syawalan telah identik dengan jalan-jalan atau pacaran, lihat hiburan, belanja mainan anak-anak, belanja alat dapur dan lain-lain.
Krapyak-an sekarang, warga Krapyak akan melakukan open house dan menjamu masyarakan kota Pekalongan dan sekitarnya. Tentunya dengan jamuan yang khas pula yaitu lopis. hanya saja, lopis yang dibuat sekarang berbeda dengan zaman dulu, lopis sekarang merupakan lopis Raksasa. Disana akan berkumpul ratusan manusia untuk saling memperebutkan lopis tersebut dengan dalih ngalap berkah dan tolak bala’ atau membuang sial. Padahal didalam Islam sendiri  tidak ada istilah seperti itu, apalagi dengan cara memperebutkan lopis atau apa saja yang kaitannya dengan perbuatan yang tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sial itu sendiri tidak akan menimpa manusia kecuali kalau allah Ta’ala menetapkan-Nya.
قُلْ لَنْ يُصِيْبَناَ إِلاَّ مَا كَتَبَ اللهُ لَنَا هُوْ مَوْلاَناَ وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ اْلمُؤْمِنُوْنَ
51.  Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dia lah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (QS At-taubah/ 9: 51).
Selain itu, melakukan hal-hal yang tidak diperintahkan oleh agama seperti itu termasuk perbuatan syirik. Mempercayai hal-hal lain selain Allah itu tidak diperbolehkan. Telah dijelaskan didalam Alquran :

وَلَقَدْ أُوْحِيَ إِلَيْكَ وَإِلىَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu musyrik/menyekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi…” (QS Az-Zumar/39: 65).

إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيْمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS  An-Nisa’/  4: 48).
Selain memperebutkan lopis, krapyak-an sekarang menjadi ajang  diadakannya berbagai macam hiburan disudut-sudut gang. Mulai dari komedi putar sampai orkes melayu yang penyanyinya berpakaian seksi-seksi dan yang pasti membangkitkan syahwat bagi sebagian penonton laki-laki. Dan disepanjang jalan (Jl. Jlamprang) serta semua gang akan dilalui banyak orang dengan berbagai macam dandanan dan style mereka masing-masing yang cenderung mengikuti trend mode kebarat-baratan. Dengan begitu, hal tersebut merupakan perbuatan tabzir (pemborosan), pelakunya disebut mubazir (pemboros) yang dinyatakan dalam Al-Qur’an sebagai saudaranya syaithon.

وَآتِ ذَا اْلقُرْبَى حَقَّهُ وَاْلِمْسكِيْنَ وَابْنَ الَّسِبْيلِ وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيْراً # إِنَّ اْلمُبَذِّرِيْنَ كاَنُوْا إِخْوَانَ الشَّيْطَانِ وَكاَنَ الشَّيْطَانِ لِرَبِّهِ كَفُوْراً

26.  Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
27.  Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS Al-Israa’/ 17: 26, 27).
Pada umumnya tradisi krapyak-an ini tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam ketika krapyak-an masih berupa ajang saling memaaf-maafkan setelah Idul Fitri, setelah melakukan puasa sunnah Syawal. Memelihara tradisi Syawalan dengan maksud dan tujuan awal, sebagai sarana mempererat tali silaturrahmi, merupakan inisiatif yang sangat baik. Akan tetapi ketika sebuah tradisi sudah tidak lagi sesuai. Disalah gunakan sehingga meyimpang dari tujuan dan kebutuhan awal maka hal itulah yang tidak diperbolehkan dan memang sebaiknya ditinggalkan.
Mungkin akan sangat indah apabila Idul Fitri dan Krapyak-an menjadi momentum untuk perubahan yang lebih baik agar kelurahan Krapyak bisa menjadi pioner berdirinya kampung-kampung muslim di kota Pekalongan yang bisa menyebarkan semangat “Rahmatan lil ‘Alamin” sehingga kelurahan Krapyak menjadi kampung yang dihormati dan disegani karena perilaku masyarakatnya yang Islami dan budayanya yang sesuai dengan Syariat Islam. Marilah kita bersama-sama berhijrah ke jalan Alloh SWT karena “hijrah yang sesungguhnya adalah ketika manusia mampu meninggalkan segala bentuk perbuatan buruk” (Al Hadist).

Tias Ernawati (2303411010)

Pendidikan Bahasa Arab, Universitas Negeri Semarang (UNNES)

0 komentar:

Posting Komentar