Krapyak-an atau
yang lazim dikenal sebagai syawalan merupakan tradisi turun-temurun yang
dilaksanakan tepat 7 hari setelah Idul Fitri. Tradisi ini masih menjadi hari
yang istimewa bagi sebagian besar masyarakat Jawa tengah seperti Pekalongan,
Jogjakarta, Kaliwungu, Rembang, dan Jepara. Dinamakan krapyak-an sendiri
karena tradisi syawalan ini dilaksanakan di kelurahan Krapyak Lor dan Krapyak
Kidul kecamatan Pekalongan Utara.
Tradisi Krapyak-an di
Pekalongan sudah ada sejak zaman penjajahan belanda. Awal mulanya,
tradisi ini hanya sebuah ajang untuk saling bermaaf-maafan setelah Idul Fitri.
Mengapa pelaksanaannya pada 7 hari setelah Idul Fitri? Hal itu dikarenakan
sehari setelah Idul Fitri, oleh masyarakat Krapyak biasa digunakan untuk
berpuasa sunnah Syawal sampai 6 hari berikutnya. Sehingga sanak keluarga,
kerabat dekat, kerabat jauh, maupun tetangga enggan berkunjung ke Krapyak
setelah sehari sampai 6 hari setelah Idul Fitri. Keengganan ini bukan karena
malas atau sebagainya, hal ini hanya sebagai upaya penghormatan terhadap warga
Krapyak yang sedang menjalankan puasa sunnah Syawal. Mereka merasa sungkan bila
dijamu oleh tuan rumah, sedangkan tuan rumahnya sendiri berpuasa.
Tepat
7 hari setelah Idul Fitri, barulah sanak family mulai berdatangan ke Krapyak
untuk saling bermaaf-maafan. Sehingga, pada hari itulah orang-orang yang
mengunjungi Krapyak melonjak melebihi Idul Fitri. Untuk mejamu para tamu,
Masyarakat Krapyak mempunyai makanan khas tersendiri, yaitu lopis. Lopis sendiri
merupakan makanan tradisional yang terbuat dari beras ketan, dibungkus dengan
daun pisang dengan cara diikat dengan melilitkan tali bambu ataupun tali
raffia. setelah itu dimasak dengan cara digodok dengan air sampai
matang. Makanan khas lopis ini merupakan symbol perekat dan
pemersatu ummat Islam setelah sebulan berpuasa Ramadhan dan dilanjutkan dengan
berlebaran.
Lunturnya nilai-nilai keagamaan krapyak-an
Dewasa
ini, syawalan telah mengalami penambahan makna. Atau paling tidak telah
mengalami perluasan makna (Amelioratif). Jika dahulu kegiatan syawalan ini
benar-benar terasa sakral-trancendental, maka kini kesakralan ini telah mulai
terusik atau ‘terganggu’oleh munculnya ‘makna tambahan’ dengan image baru.
Image baru itu misalnya, orang mulai mengatakan bahwa syawalan telah identik
dengan jalan-jalan atau pacaran, lihat hiburan, belanja mainan anak-anak,
belanja alat dapur dan lain-lain.
Krapyak-an sekarang, warga Krapyak akan
melakukan open house dan menjamu masyarakan kota Pekalongan dan sekitarnya.
Tentunya dengan jamuan yang khas pula yaitu lopis. hanya saja, lopis yang
dibuat sekarang berbeda dengan zaman dulu, lopis sekarang merupakan lopis Raksasa.
Disana akan berkumpul ratusan manusia untuk saling memperebutkan lopis tersebut
dengan dalih ngalap berkah dan tolak bala’ atau membuang sial.
Padahal didalam Islam sendiri tidak ada istilah seperti itu, apalagi
dengan cara memperebutkan lopis atau apa saja yang kaitannya dengan perbuatan
yang tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sial itu
sendiri tidak akan menimpa manusia kecuali kalau allah Ta’ala menetapkan-Nya.
قُلْ لَنْ يُصِيْبَناَ إِلاَّ مَا كَتَبَ اللهُ لَنَا هُوْ مَوْلاَناَ وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ اْلمُؤْمِنُوْنَ
51. Katakanlah:
“Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah
untuk kami. Dia lah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang
beriman harus bertawakal.” (QS At-taubah/ 9: 51).
Selain itu, melakukan hal-hal yang
tidak diperintahkan oleh agama seperti itu termasuk perbuatan syirik.
Mempercayai hal-hal lain selain Allah itu tidak diperbolehkan. Telah dijelaskan
didalam Alquran :
وَلَقَدْ أُوْحِيَ إِلَيْكَ وَإِلىَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)
yang sebelummu: “Jika kamu musyrik/menyekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi…” (QS Az-Zumar/39:
65).
إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيْمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar.” (QS An-Nisa’/ 4: 48).
Selain memperebutkan lopis, krapyak-an sekarang
menjadi ajang diadakannya berbagai macam hiburan disudut-sudut gang.
Mulai dari komedi putar sampai orkes melayu yang penyanyinya berpakaian
seksi-seksi dan yang pasti membangkitkan syahwat bagi sebagian penonton
laki-laki. Dan disepanjang jalan (Jl. Jlamprang) serta semua gang akan dilalui
banyak orang dengan berbagai macam dandanan dan style mereka masing-masing yang
cenderung mengikuti trend mode kebarat-baratan. Dengan begitu, hal tersebut
merupakan perbuatan tabzir (pemborosan), pelakunya disebut mubazir (pemboros) yang
dinyatakan dalam Al-Qur’an sebagai saudaranya syaithon.
وَآتِ ذَا اْلقُرْبَى حَقَّهُ وَاْلِمْسكِيْنَ وَابْنَ الَّسِبْيلِ وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيْراً # إِنَّ اْلمُبَذِّرِيْنَ كاَنُوْا إِخْوَانَ الشَّيْطَانِ وَكاَنَ الشَّيْطَانِ لِرَبِّهِ كَفُوْراً
26. Dan berikanlah
kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang
yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros.
27. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS Al-Israa’/ 17: 26, 27).
Pada umumnya tradisi krapyak-an ini
tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam ketika krapyak-an masih berupa
ajang saling memaaf-maafkan setelah Idul Fitri, setelah melakukan puasa sunnah
Syawal. Memelihara tradisi Syawalan dengan maksud dan tujuan awal, sebagai
sarana mempererat tali silaturrahmi, merupakan inisiatif yang sangat baik. Akan
tetapi ketika sebuah tradisi sudah tidak lagi sesuai. Disalah gunakan sehingga
meyimpang dari tujuan dan kebutuhan awal maka hal itulah yang tidak
diperbolehkan dan memang sebaiknya ditinggalkan.
Mungkin akan sangat indah apabila
Idul Fitri dan Krapyak-an menjadi momentum untuk perubahan
yang lebih baik agar kelurahan Krapyak bisa menjadi pioner berdirinya
kampung-kampung muslim di kota Pekalongan yang bisa menyebarkan semangat “Rahmatan
lil ‘Alamin” sehingga kelurahan Krapyak menjadi kampung yang dihormati dan
disegani karena perilaku masyarakatnya yang Islami dan budayanya yang sesuai dengan
Syariat Islam. Marilah kita bersama-sama berhijrah ke jalan Alloh SWT karena “hijrah
yang sesungguhnya adalah ketika manusia mampu meninggalkan segala bentuk
perbuatan buruk” (Al Hadist).
Tias Ernawati (2303411010)
Pendidikan Bahasa Arab, Universitas Negeri Semarang (UNNES)
0 komentar:
Posting Komentar