Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Jumat, 17 Agustus 2012

Ketika Cinta Berubah Warna



“hiks,,hiks....” tangisku pecah seketika. Menyisakan sesenggukan yang seakan menyumbat lorong panjang kerongkonganku. Ya.. aku menangis. Menangisi perginya mawar merah yang  lagi-lagi lebih diminati pembeli daripada aku mawar berwarna kuning yang malang.
“sudahlah, untuk apa kamu menangisi nasibmu. Bukankah kemarin sore pemilik kios bunga ini berkata akan ada pesanan mawar kuning dalam partai besar? Jadi kamu tidak perlu merasa iri pada mawar merah” krisan si bunga november segera menenangkanku. “iya benar, masih banyak orang yang berminat menjadikanmu buah tangan sebagai tanda persahabatan. Sedangkan aku, aku hanya dijadikan hiasan rumah. Yang sewaktu-waktu bisa saja mendapati tuan rumah yang kejam. Tak merawatku dengan baik, dan berakhir di tempat pembuangan sampah” anggrek menimpali. Namun, meskipun begitu. nasibku tetap tak semujur mawar merah yang setiap saat ditanyakan oleh pembeli. Dan sudah bisa dipastikan mawar-mawar merah  itu akan  berakhir ditangan para gadis dan mendapat sanjungan setiap saat karena kebanyakan dari mereka diberikan oleh kekasih si gadis sebagai lambang cinta.
            Sejenak aku terdiam, berhenti dari tangis yang ku senandungkan sedari tadi. kulirik sekitarku, masih penuh dengan warna warni bunga. Krisan,  tulip, lily, anggrek, aster, dahlia dan masih banyak berbagai spesies bunga yang terpajang rapi di kios yang nyaris tak pernah sepi pembeli ini. Hanya mawar yang tak ada, Pasalnya hari ini adalah hari valentine, hari yang diagungkan oleh muda mudi yang dilenakan oleh cinta. Pesanan mawar merah pun mengalir deras seperti air mataku yang belum reda. “huwwaaaa......” makin keras ku raungkan tangisku yang meskipun begitu tetap saja tak mampu didengar oleh orang-orang yang sedang sibuk memilih bunga di kios ini. “hiks,, lihatlah kalian. Beratus-ratus tangkai mawar merah muda itu datang lagi dari pemasok bunga. Hiks,, Dan tentunya mereka akan menurunkan daya jual kita, aku dan kalian semua”. Raungku sejadi-jadinya masih disertai sesenggukan yang makin sering frekuensinya.
            Hingga sore menjelang Teman-teman bunga hanya memandang iba padaku, Entah itu kasihan atau pandangan memelas agar aku segera mengatupkan mulutku dan berhenti menangis.
            Aku sudah hampir putus asa mengharap pangeran tampan menjemputku dari kios bunga ini. Tangkaiku serasa tak lagi bertulang, mahkota bungaku sudah mulai menghitam ditepian. Lagi-lagi kulirik sekitarku. masih ada beberapa tulip, dahlia, dan anggrek yang masih segar dengan akarnya yang merekat kuat pada papan pakis, serta bucket-bucket yang berhiaskan krisan, aster, lily dan bermacam-macam bunga lainnya yang siap dijemput. “sudahlah.....” desahku lirih.
v   
            Pagi ini aku tak bergairah menyambut pancaran energi dari sang surya, Akupun begitu enggan menerima percikan air dari si pemilik kios. Tak ada gunanya lagi matahari dan air bagiku yang sudah mulai menghitam. Namun, aku masih berharap  layu dan mati dengan terhormat setelah dipajang dalam segelas air di atas meja kaca, Sehingga aku bisa melihat keindahanku untuk terakhir kalinya. Pikirku dalam hati. Aku tak sudi mati dalam keadaan seperti ini, kering dalam pasungan kios bunga dengan tanpa satupun pembeli yang berminat akan diriku.
            “hey,, lihat. Lihatlah, itu orang pertama yang mengunjungi kios hari ini” teriak aster dari pojokan kios. “bersiap-siaplah. Pasang wajah paling manis, agar pengunjung terpikat dan membeli kita. Jangan biarkan satupun mahkota bunga kita gugur saat pengunjung itu mendekat” sambung si bunga november. Aku masih enggan beranjak barang sedikitpun, aku menyesali nenek moyangku yang tak mau mendeklarasikan dirinya sebagai simbol cinta agar diminati banyak orang seperti mawar merah.
            “ah,, sepertinya sedang banyak pesta. Sehingga banyak yang memesan bucket bunga dan tak ada pengunjung yang berniat menanamku dipekarangan rumahnya.” Keluh anggrek yang berada didekatku. “kau masih beruntung, Berdiri kokoh di papan pakis itu. Masih mendapat pasokan makanan untuk kau hidup. Sedangkan aku hanya mawar potong yang akan layu, kering, rontok, dan tamat” jawabku enggan.
            Grekkk...!!!! aku tersentak kaget mendapati tubuhku sudah berada ditangan pemilik kios. Aku masih belum mempunyai kendali atas diriku, dan akupun masih belum mengetahui apa gerangan yang terjadi saat ini. Akankah aku dibuang oleh si pemilik toko setelah sekian lama terpajang tanpa guna, pikirku. Aku terdiam pasrah sampai selang beberapa menit kemudian aku menyadari aku sudah terbungkus rapi bersama teman-teman mawar kuning lainnya. “horeeeee,,, akhirnya aku bisa keluar dari kios ini teman-teman. Ternyata pesanan dalam partai besar itu bukan isapan jempol” Aku yang saat itu dijemput oleh gadis berlesung pipi dengan jilbab biru panjang yang membingkai wajah cantiknya tak berhenti meneriakkan kegembiraan. Ingin rasanya aku katakan salam perpisahan yang terakhir kalinya untuk pemilik kios yang masih mempertahankanku sampai saat ini.
             “baik-baik lah di tempat barumu nanti. Jaga kharismamu sebagai mawar yang anggun meski akhirnya layu jua” tulip berpesan padaku disertai air mata yang membasahi kelopak cantiknya. Teman-teman bunga yang masih berbaris rapi di kios bunga ini pun memberikan selamat padaku tanpa terkecuali, Memperlihatkan keindahan mereka masing-masing sebelum aku benar-benar pergi. Seluruh dunia seakan ikut berbahagia atas kebahagiaanku.
v   
            “wahh,, ada 17 tangkai mawar kuning disini. Nina, andi, ribka, nafisa, erika, maulana. Ahh,, sampai-sampai aku lupa siapa saja yang telah memberiku bunga ini. Semakin banyak dapet bunga semakin banyak temen-temen yang sayang sama aku. Hehehe...” Ujar Nania yang terduduk didekat meja kaca miliknya.
            Melihatnya begitu tenang memandangiku aku tersadar betapa tidak bersyukurnya diriku ini. Betapa tuhan menciptakanku dengan makna yang begitu dalam, sebagai simbol persahabatan. Nania dan beratus-ratus aktivis rohis di sebuah kampus ternama membawaku turun kejalan dan membagi-bagikannya kepada siapapun yang lewat. Tak hentinya mereka memekikan ‘say no to valentine’, dan inilah wujud nyata mereka memerangi valentine day saat itu. Bahwa, tak melulu cinta itu berwarna merah. Tak selalu cinta itu pada kekasih. Cukuplah cinta pada sahabat sebelum cinta itu dihalalkan.
            17 tangkai mawar kuning milik Nania adalah pemberian teman-teman nya sesama aktivis. 17 tangkai mawar kuning Sebagai tanda cinta, cinta pada ukhuwah persahabatan yang terjalin diantara mereka. 17 tangkai mawar kuning itu pula yang menyadarkanku beginilah indahnya ketika cinta berubah warna. Dan kini, tinggalah aku menunggu giliranku layu dan kering sebagai bunga mawar kuning tanda persahabatan. Mati dengan terhormat diatas meja kaca Nania. Sang aktivis rohis yang bersahaja.

0 komentar:

Posting Komentar