“hiks,,hiks....”
tangisku pecah seketika. Menyisakan sesenggukan yang seakan menyumbat lorong
panjang kerongkonganku. Ya.. aku menangis. Menangisi perginya mawar merah yang lagi-lagi lebih diminati pembeli daripada aku mawar
berwarna kuning yang malang.
“sudahlah,
untuk apa kamu menangisi nasibmu. Bukankah kemarin sore pemilik kios bunga ini
berkata akan ada pesanan mawar kuning dalam partai besar? Jadi kamu tidak perlu
merasa iri pada mawar merah” krisan si bunga november segera menenangkanku.
“iya benar, masih banyak orang yang berminat menjadikanmu buah tangan sebagai
tanda persahabatan. Sedangkan aku, aku hanya dijadikan hiasan rumah. Yang
sewaktu-waktu bisa saja mendapati tuan rumah yang kejam. Tak merawatku dengan baik,
dan berakhir di tempat pembuangan sampah” anggrek menimpali. Namun, meskipun
begitu. nasibku tetap tak semujur mawar merah yang setiap saat ditanyakan oleh
pembeli. Dan sudah bisa dipastikan mawar-mawar merah itu akan berakhir ditangan para gadis dan mendapat
sanjungan setiap saat karena kebanyakan dari mereka diberikan oleh kekasih si
gadis sebagai lambang cinta.
Sejenak aku terdiam, berhenti dari
tangis yang ku senandungkan sedari tadi. kulirik sekitarku, masih penuh dengan
warna warni bunga. Krisan, tulip, lily,
anggrek, aster, dahlia dan masih banyak berbagai spesies bunga yang terpajang
rapi di kios yang nyaris tak pernah sepi pembeli ini. Hanya mawar yang tak ada,
Pasalnya hari ini adalah hari valentine, hari yang diagungkan oleh muda mudi
yang dilenakan oleh cinta. Pesanan mawar merah pun mengalir deras seperti air
mataku yang belum reda. “huwwaaaa......” makin keras ku raungkan tangisku yang
meskipun begitu tetap saja tak mampu didengar oleh orang-orang yang sedang
sibuk memilih bunga di kios ini. “hiks,, lihatlah kalian. Beratus-ratus tangkai
mawar merah muda itu datang lagi dari pemasok bunga. Hiks,, Dan tentunya mereka
akan menurunkan daya jual kita, aku dan kalian semua”. Raungku sejadi-jadinya
masih disertai sesenggukan yang makin sering frekuensinya.
Hingga sore menjelang Teman-teman
bunga hanya memandang iba padaku, Entah itu kasihan atau pandangan memelas agar
aku segera mengatupkan mulutku dan berhenti menangis.
Aku sudah hampir putus asa mengharap
pangeran tampan menjemputku dari kios bunga ini. Tangkaiku serasa tak lagi
bertulang, mahkota bungaku sudah mulai menghitam ditepian. Lagi-lagi kulirik
sekitarku. masih ada beberapa tulip, dahlia, dan anggrek yang masih segar
dengan akarnya yang merekat kuat pada papan pakis, serta bucket-bucket yang
berhiaskan krisan, aster, lily dan bermacam-macam bunga lainnya yang siap
dijemput. “sudahlah.....” desahku lirih.
v
Pagi
ini aku tak bergairah menyambut pancaran energi dari sang surya, Akupun begitu
enggan menerima percikan air dari si pemilik kios. Tak ada gunanya lagi
matahari dan air bagiku yang sudah mulai menghitam. Namun, aku masih
berharap layu dan mati dengan terhormat
setelah dipajang dalam segelas air di atas meja kaca, Sehingga aku bisa melihat
keindahanku untuk terakhir kalinya. Pikirku dalam hati. Aku tak sudi mati dalam
keadaan seperti ini, kering dalam pasungan kios bunga dengan tanpa satupun
pembeli yang berminat akan diriku.
“hey,, lihat. Lihatlah, itu orang
pertama yang mengunjungi kios hari ini” teriak aster dari pojokan kios.
“bersiap-siaplah. Pasang wajah paling manis, agar pengunjung terpikat dan
membeli kita. Jangan biarkan satupun mahkota bunga kita gugur saat pengunjung
itu mendekat” sambung si bunga november. Aku masih enggan beranjak barang
sedikitpun, aku menyesali nenek moyangku yang tak mau mendeklarasikan dirinya
sebagai simbol cinta agar diminati banyak orang seperti mawar merah.
“ah,, sepertinya sedang banyak
pesta. Sehingga banyak yang memesan bucket bunga dan tak ada pengunjung yang
berniat menanamku dipekarangan rumahnya.” Keluh anggrek yang berada didekatku.
“kau masih beruntung, Berdiri kokoh di papan pakis itu. Masih mendapat pasokan
makanan untuk kau hidup. Sedangkan aku hanya mawar potong yang akan layu,
kering, rontok, dan tamat” jawabku enggan.
Grekkk...!!!! aku tersentak kaget
mendapati tubuhku sudah berada ditangan pemilik kios. Aku masih belum mempunyai
kendali atas diriku, dan akupun masih belum mengetahui apa gerangan yang
terjadi saat ini. Akankah aku dibuang oleh si pemilik toko setelah sekian lama
terpajang tanpa guna, pikirku. Aku terdiam pasrah sampai selang beberapa menit
kemudian aku menyadari aku sudah terbungkus rapi bersama teman-teman mawar
kuning lainnya. “horeeeee,,, akhirnya aku bisa keluar dari kios ini
teman-teman. Ternyata pesanan dalam partai besar itu bukan isapan jempol” Aku
yang saat itu dijemput oleh gadis berlesung pipi dengan jilbab biru panjang
yang membingkai wajah cantiknya tak berhenti meneriakkan kegembiraan. Ingin
rasanya aku katakan salam perpisahan yang terakhir kalinya untuk pemilik kios
yang masih mempertahankanku sampai saat ini.
“baik-baik lah di tempat barumu nanti. Jaga
kharismamu sebagai mawar yang anggun meski akhirnya layu jua” tulip berpesan
padaku disertai air mata yang membasahi kelopak cantiknya. Teman-teman bunga
yang masih berbaris rapi di kios bunga ini pun memberikan selamat padaku tanpa
terkecuali, Memperlihatkan keindahan mereka masing-masing sebelum aku
benar-benar pergi. Seluruh dunia seakan ikut berbahagia atas kebahagiaanku.
v
“wahh,, ada 17 tangkai mawar kuning
disini. Nina, andi, ribka, nafisa, erika, maulana. Ahh,, sampai-sampai aku lupa
siapa saja yang telah memberiku bunga ini. Semakin banyak dapet bunga semakin
banyak temen-temen yang sayang sama aku. Hehehe...” Ujar Nania yang terduduk
didekat meja kaca miliknya.
Melihatnya begitu tenang
memandangiku aku tersadar betapa tidak bersyukurnya diriku ini. Betapa tuhan
menciptakanku dengan makna yang begitu dalam, sebagai simbol persahabatan. Nania
dan beratus-ratus aktivis rohis di sebuah kampus ternama membawaku turun
kejalan dan membagi-bagikannya kepada siapapun yang lewat. Tak hentinya mereka
memekikan ‘say no to valentine’, dan inilah wujud nyata mereka memerangi
valentine day saat itu. Bahwa, tak melulu cinta itu berwarna merah. Tak selalu
cinta itu pada kekasih. Cukuplah cinta pada sahabat sebelum cinta itu
dihalalkan.
17 tangkai mawar kuning milik Nania
adalah pemberian teman-teman nya sesama aktivis. 17 tangkai mawar kuning
Sebagai tanda cinta, cinta pada ukhuwah persahabatan yang terjalin diantara
mereka. 17 tangkai mawar kuning itu pula yang menyadarkanku beginilah indahnya
ketika cinta berubah warna. Dan kini, tinggalah aku menunggu giliranku layu dan
kering sebagai bunga mawar kuning tanda persahabatan. Mati dengan terhormat diatas
meja kaca Nania. Sang aktivis rohis yang bersahaja.